"TERIAKAN TAND SYUKUR" SURAK IYUN
Surak Iyun merupakan sebuah adat
yang dilakukan oleh para nenek moyang yang masih dilestarikan hingga sekarang.
Menurut beberapa sumber yang saya analisis
makna dari Surak Iyun adalah sebuah bentuk rasa syukur, kebahagiaan,
serta mendoakan atas kesehatan, rezeki yang diberikan oleh Tuhan YME terhadap
hewan - hewan ternak mereka. Hewan yang di maksudkan adalah hewan ternak
seperti sapi, kerbau, kambing, bebek, ayam, termasuk kuda.
Surak Iyun merupakan salah satu
adat kebudayaan di Desa Gading, kecamatan Playen, Gunungkidul walaupun memang
sedikit yang melakukan syukuran karena sudah tidak banyak warga yang memiliki
hewan ternak. Surak Iyun memang di tujukan kepada si pemilik hewan , bahkan
zaman dahulu di wajibkan untuk melakukan syukuran bagi pemilik hewan ternak
jika tidak, maka menurut mitos dan kepercayaan hewan ternak tidak menjadi
berkah bagi si pemilik.
Syukuran yang di maksud di sini
adalah membuat tumpeng nasi urab dan beberapa pelengkap lainnya, orang Jawa
sering menyebutnya “gumbreg”. Syukuran
Surak Iyun ini dilakukan di masing – masing rumah warga yang memiliki hewan
ternak. Bagi yang tidak memiliki hewan ternak mereka wajib mendatangi rumah
yang syukuran tersebut dengan tujuan menghormati, ikut mendoakan, dan
berpartisipasi. Syukuran Surak Iyun biasanya di adakan sore hari karena pemilik
rumah harus mempersiapkan tumpeng, di mulai pukul 16:00 selesai pukul 17:30
atau waktu adzan maghrib.
Mereka yang datang adalah anak – anak yang
membawa tempat yang besar seperti baskom karena mereka akan berkeliling desa
untuk mendatangi di setiap rumah yang syukuran. Kebanyakan memang ditujukan
anak-anak kenapa demikian? Sebagai pelajaran dan agar mereka tau rasa bersyukur
dan tau bahwa ini adalah adat sejak nenek moyang. Akan tetapi sekarang ini
tidak hanya anak-anak namun orang dewasa dan orang tua pun boleh untuk ikut
serta. Kegiatan yang dilakukan yaitu pertama tama mereka akan berkumpul
mengelilingi tumpeng lalu si pemilik rumah akan memanjatkan doa serta pantun
seperti ini “Gendroyono gelatik tumpaling jingo, jo kandek jo karep, kandeko
kandang lumbunge surako surak iyun” setelah pantun selesai mereka akan bersorak
“surak surak iyun”, maksud dari pantun tersebut agar hewan ternaknya menjadi
banyak, sehat dan menjadi berkah. Setelah itu salah satu akan membagikan
tumpeng tersebut kepada siapappun yang ada di situ. Selesai di rumah pertama
lalu dilanjutkan berkeliling lagi di rumah – rumah selanjutnya.
Surak Iyun sebenarnya diadakan di beberapa
tempat di Gunungkidul kecuali di daerah Kabupaten Wonosari, kenapa hal itu
terjadi? Karena telah banyak pendatang baru yang menetap di kawasan tersebut
maka mereka tidak tau tentang Surak Iyun ini, satu hal yang paling penting
kenapa di kawasan tersebut tidak mengerti adat Surak Iyun karena mereka tidak mempunyai
hewan- hewan ternak seperti pada zaman nenek moyang dahulu. Kurangnya
berinteraksi dan bersosialisasi antar warga lokal juga mempengaruhi
ketidaktauan pada masyarakat sekarang.
Di Gading sendiri Surak Iyun masih
dilakukan yakni setiap dua kali dalam setahun menurut tanggalan Jawa, Surak
Iyun diadakan pada hari Jum’at Pahing, Rejeb dan Sapar. Berbeda desa berbeda
pula penentuan harinya, seperti di desa Nogosari pada hari Senin Pahing, di desa
Beji pada hari Rabu Pahing. Menurut sumber kenapa hal ini terjadi karena pada
zaman dahulu di hari tertentu terdapat beberapa warga di kawasan A tersebut mempunyai
hewan ternak yang berkembang biak dengan baik dan beranak pinak, maka untuk
merayakan kegembiraan tersebut mereka membuat syukuran tepat di hari itu,
begitu pula dengan kawasan B dan lainnya yang mempunyai hewan ternak namun
perkembangan hewannya berbeda maka hari syukurannya juga berbeda. Jadi walaupun
berbeda hari pelaksanaan Surak Iyun tetapi maksud dan tujuannya sama.
Menurut saya pribadi Surak Iyun ini
merupakan tradisi dari nenek moyang di desa Gading dan di daerah
Gunungkidul yang lainnya yang memang
patut di lestarikan. Kenapa demikian,
karena di zaman yang semakin maju ini kita sangat sulit untuk berinteraksi,
berkumpul bersama, bersosialisasi antar sesama. Dan diharapkan adanya adat ini
yang masih berjalan dan tetap dilestarikan membuat masyarakat menjadi memaknai
bagaimana orang dahulu bersyukur dan bersilahturahmi, menciptakan keharmonisan
antar warga, bagaimana cara berbagi rezeki ,serta kebahagiaan bersama tanpa memandang usia,
harta dan tahta.