Selasa, 10 Mei 2016

SURAK IYUN

"TERIAKAN TAND SYUKUR"  SURAK IYUN

Surak Iyun merupakan sebuah adat yang dilakukan oleh para nenek moyang yang masih dilestarikan hingga sekarang. Menurut beberapa sumber yang saya analisis  makna dari Surak Iyun adalah sebuah bentuk rasa syukur, kebahagiaan, serta mendoakan atas kesehatan, rezeki yang diberikan oleh Tuhan YME terhadap hewan - hewan ternak mereka. Hewan yang di maksudkan adalah hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing, bebek, ayam, termasuk kuda.

Surak Iyun merupakan salah satu adat kebudayaan di Desa Gading, kecamatan Playen, Gunungkidul walaupun memang sedikit yang melakukan syukuran karena sudah tidak banyak warga yang memiliki hewan ternak. Surak Iyun memang di tujukan kepada si pemilik hewan , bahkan zaman dahulu di wajibkan untuk melakukan syukuran bagi pemilik hewan ternak jika tidak, maka menurut mitos dan kepercayaan hewan ternak tidak menjadi berkah bagi si pemilik.

Syukuran yang di maksud di sini adalah membuat tumpeng nasi urab dan beberapa pelengkap lainnya, orang Jawa sering menyebutnya “gumbreg”.  Syukuran Surak Iyun ini dilakukan di masing – masing rumah warga yang memiliki hewan ternak. Bagi yang tidak memiliki hewan ternak mereka wajib mendatangi rumah yang syukuran tersebut dengan tujuan menghormati, ikut mendoakan, dan berpartisipasi. Syukuran Surak Iyun biasanya di adakan sore hari karena pemilik rumah harus mempersiapkan tumpeng, di mulai pukul 16:00 selesai pukul 17:30 atau waktu adzan maghrib.

 Mereka yang datang adalah anak – anak yang membawa tempat yang besar seperti baskom karena mereka akan berkeliling desa untuk mendatangi di setiap rumah yang syukuran. Kebanyakan memang ditujukan anak-anak kenapa demikian? Sebagai pelajaran dan agar mereka tau rasa bersyukur dan tau bahwa ini adalah adat sejak nenek moyang. Akan tetapi sekarang ini tidak hanya anak-anak namun orang dewasa dan orang tua pun boleh untuk ikut serta. Kegiatan yang dilakukan yaitu pertama tama mereka akan berkumpul mengelilingi tumpeng lalu si pemilik rumah akan memanjatkan doa serta pantun seperti ini “Gendroyono gelatik tumpaling jingo, jo kandek jo karep, kandeko kandang lumbunge surako surak iyun” setelah pantun selesai mereka akan bersorak “surak surak iyun”, maksud dari pantun tersebut agar hewan ternaknya menjadi banyak, sehat dan menjadi berkah. Setelah itu salah satu akan membagikan tumpeng tersebut kepada siapappun yang ada di situ. Selesai di rumah pertama lalu dilanjutkan berkeliling lagi di rumah – rumah selanjutnya.

 Surak Iyun sebenarnya diadakan di beberapa tempat di Gunungkidul kecuali di daerah Kabupaten Wonosari, kenapa hal itu terjadi? Karena telah banyak pendatang baru yang menetap di kawasan tersebut maka mereka tidak tau tentang Surak Iyun ini, satu hal yang paling penting kenapa di kawasan tersebut tidak mengerti adat Surak Iyun karena mereka tidak mempunyai hewan- hewan ternak seperti pada zaman nenek moyang dahulu. Kurangnya berinteraksi dan bersosialisasi antar warga lokal juga mempengaruhi ketidaktauan pada masyarakat sekarang.

Di Gading sendiri Surak Iyun masih dilakukan yakni setiap dua kali dalam setahun menurut tanggalan Jawa, Surak Iyun diadakan pada hari Jum’at Pahing, Rejeb dan Sapar. Berbeda desa berbeda pula penentuan harinya, seperti di desa Nogosari pada hari Senin Pahing, di desa Beji pada hari Rabu Pahing. Menurut sumber kenapa hal ini terjadi karena pada zaman dahulu di hari tertentu terdapat beberapa warga di kawasan A tersebut mempunyai hewan ternak yang berkembang biak dengan baik dan beranak pinak, maka untuk merayakan kegembiraan tersebut mereka membuat syukuran tepat di hari itu, begitu pula dengan kawasan B dan lainnya yang mempunyai hewan ternak namun perkembangan hewannya berbeda maka hari syukurannya juga berbeda. Jadi walaupun berbeda hari pelaksanaan Surak Iyun tetapi maksud dan tujuannya sama.


Menurut saya pribadi Surak Iyun ini merupakan tradisi dari nenek moyang di desa Gading dan di daerah Gunungkidul  yang lainnya yang memang patut di lestarikan.  Kenapa demikian, karena di zaman yang semakin maju ini kita sangat sulit untuk berinteraksi, berkumpul bersama, bersosialisasi antar sesama. Dan diharapkan adanya adat ini yang masih berjalan dan tetap dilestarikan membuat masyarakat menjadi memaknai bagaimana orang dahulu bersyukur dan bersilahturahmi, menciptakan keharmonisan antar warga, bagaimana cara berbagi rezeki ,serta  kebahagiaan bersama tanpa memandang usia, harta dan tahta.